Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Anggota

Masa DPR hasil Dekret Presiden 1959 berdasarkan UUD 1945 (1959–1965)

Jumlah anggota sebanyak 262 orang kembali aktif setelah mengangkat sumpah. Dalam DPR terdapat 19 fraksi, didominasi PNI, Masjumi, NU, dan PKI.

Dengan Penpres No. 3 tahun 1960, Presiden membubarkan DPR karena DPR hanya menyetujui 36 miliar rupiah APBN dari 44 miliar yang diajukan. Sehubungan dengan hal tersebut, presiden mengeluarkan Penpres No. 4 tahun 1960 yang mengatur Susunan DPR-GR.

DPR-GR beranggotakan 283 orang yang semuanya diangkat oleh Presiden dengan Keppres No. 156 tahun 1960. Adapun salah satu kewajiban pimpinan DPR-GR adalah memberikan laporan kepada Presiden pada waktu-waktu tertentu, yang mana menyimpang dari pasal 5, 20, 21 UUD 1945. Selama 1960-1965, DPR-GR menghasilkan 117 UU dan 26 usul pernyataan pendapat.

Hak menyatakan pendapat

Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:

Anggota DPR mempunyai hak:

Anggota DPR mempunyai kewajiban:

Anggota DPR tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, hakim pada badan peradilan, pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada BUMN/BUMD atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.

Anggota DPR juga tidak boleh melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktik dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR.

Jika anggota DPR diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan tindak pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.

Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan kewajiban anggota DPR, dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPR. Dalam mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan kewajiban anggota DPR, fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota fraksinya dan melaporkan kepada publik. Setiap anggota DPR harus menjadi anggota salah satu fraksi. Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR. Fraksi mempunyai sekretariat. Sekretariat Jenderal DPR menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas fraksi.[3]

Alat kelengkapan DPR terdiri atas: Pimpinan, Badan Musyawarah, Komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Kerjasama Antar-Parlemen, Mahkamah Kehormatan Dewan, Badan Urusan Rumah Tangga, Panitia Khusus dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh unit pendukung yang tugasnya diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.[4]

Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR. Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR. Wakil Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan wakil ketua ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak dalam pemilihan umum. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh suara sama, ketua dan wakil ketua ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara.

Badan Musyawarah (disingkat Bamus) dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Musyawarah pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Anggota Badan Musyawarah berjumlah paling banyak 1/10 (satu persepuluh) dari jumlah anggota DPR berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi yang ditetapkan oleh rapat paripurna. Pimpinan DPR karena jabatannya juga sebagai pimpinan Badan Musyawarah.

Komisi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan jumlah komisi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota komisi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.

Tugas komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan rancangan undang-undang. Saat ini, DPR memiliki 11 komisi dengan tanggung jawab yang berbeda-beda.

Badan Legislasi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota Badan Legislasi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.

Badan Anggaran dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Susunan dan keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota dari tiap-tiap komisi yang dipilih oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan usulan fraksi.

Badan Kerja Sama Antar-Parlemen

Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat BKSAP, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.

Masa DPR Gotong Royong tanpa Partai Komunis Indonesia (1965–1966)

Setelah peristiwa G.30.S/PKI, DPR-GR membekukan sementara 62 orang anggota DPR-GR eks PKI dan ormas-ormasnya. DPR-GR tanpa PKI dalam masa kerjanya 1 tahun, telah mengalami 4 kali perubahan komposisi pimpinan, yaitu: a. Periode 15 November 1965 – 26 Februari 1966. b. Periode 26 Februari 1966 – 2 Mei 1966. c. Periode 2 Mei 1966 – 16 Mei 1966. d. Periode 17 Mei 1966 – 19 November 1966. Secara hukum, kedudukan pimpinan DPR-GR masih berstatus sebagai pembantu Presiden sepanjang Peraturan Presiden No. 32 tahun 1964 belum dicabut.

Dalam rangka menanggapi situasi masa transisi, DPR-GR memutuskan untuk membentuk 2 buah panitia: a. Panitia politik, berfungsi mengikuti perkembangan dalam berbagai masalah bidang politik. b. Panitia ekonomi, keuangan dan pembangunan, bertugas memonitor situasi ekonomi dan keuangan serta membuat konsepsi tentang pokok-pokok pemikiran ke arah pemecahannya.

Badan Urusan Rumah Tangga

Badan Urusan Rumah Tangga (disingkat BURT) dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BURT pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BURT ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.

Panitia khusus dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat sementara. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan panitia khusus berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Jumlah anggota panitia khusus ditetapkan oleh rapat paripurna paling banyak 30 (tiga puluh) orang.

Pimpinan panitia khusus merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan panitia khusus terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan jumlah panitia khusus yang ada serta keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan panitia khusus sebagaimana dilakukan dalam rapat panitia khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan panitia khusus.

Panitia khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna. Panitia khusus bertanggung jawab kepada DPR. Panitia khusus dibubarkan oleh DPR setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Rapat paripurna menetapkan tindak lanjut hasil kerja panitia khusus.

Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia merupakan aparatur pemerintah yang dalam menjalankan tugas dan fungsinya bertanggung jawab kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan secara administratif berada di bawah Sekretariat Jenderal.

Masa DPR hasil pemilu 1955 (1956–1959)

DPR ini adalah hasil pemilu 1955 yang jumlah anggota yang dipilih sebanyak 272 orang. Pemilu 1955 juga memilih 542 orang anggota konstituante.

Tugas dan wewenang DPR hasil pemilu 1955 sama dengan posisi DPRS secara keseluruhan, karena landasan hukum yang berlaku adalah UUDS. Banyaknya jumlah fraksi di DPR serta tidak adanya satu dua partai yang kuat, telah memberi bayangan bahwa pemerintah merupakan hasil koalisi. Dalam masa ini terdapat 3 kabinet yaitu kabinet Burhanuddin Harahap, kabinet Ali Sastroamidjojo, dan kabinet Djuanda.

Masa Republik Indonesia Serikat (1949–1950)

Badan legislatif pada masa Republik Indonesia Serikat terbagi menjadi dua majelis, yaitu Senat yang beranggotakan 32 orang, dan Dewan Perwakilan Rakyat yang beranggotakan 146 orang (di mana 49 orang adalah perwakilan Republik Indonesia-Yogyakarta).[2] Hak yang dimiliki DPR adalah hak budget, inisiatif, dan amendemen, serta wewenang untuk menyusun RUU bersama pemerintah.[2] Selain itu DPR juga memiliki hak bertanya, hak interpelasi dan hak angket, namun tidak memiliki hak untuk menjatuhkan kabinet.[2] Dalam masa kerja yang amat singkat itu, kurang lebih setahun, berhasil diselesaikan 7 buah undang-undang, yang di antaranya adalah UU No. 7 tahun 1950 tentang perubahan Konstitusi Sementara RIS menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia; diajukan 16 mosi, dan 1 interpelasi, baik oleh Senat maupun DPR.[2]

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Berikut adalah daftar anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009–2014, ditampilkan berdasarkan provinsi yang diwakilinya.[1][2][3]

Artikel ini memuat daftar anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia periode 2014-2019, ditampilkan berdasarkan daerah pemilihan.[1][2][3]

Meliputi: Kabupaten Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Nagan Raya, Pidie, Pidie Jaya, Simeulue, Kota Banda Aceh, Sabang, dan Subulussalam

Meliputi: Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Aceh Utara, Bener Meriah, Bireuen, Kota Langsa, dan Lhokseumawe

Meliputi: Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai Kota Medan, dan Kota Tebing Tinggi

Meliputi: Kabupaten Humbang Hasundutan, Labuhan Batu, Mandailing Natal, Nias, Nias Selatan, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Samosir, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Kota Padang Sidempuan, dan Sibolga

Meliputi: Kabupaten Asahan, Batubara, Dairi, Karo, Langkat, Pakpak Bharat, Simalungun, Kota Binjai, Pematang Siantar, dan Tanjung Balai

Meliputi: Kabupaten Dharmasraya, Kepulauan Mentawai, Pesisir Selatan, Sijunjung, Solok Selatan, Tanah Datar, Kota Padang, Padang Panjang, Sawahlunto, dan Solok

Meliputi: Kabupaten Agam, Lima Puluh Kota, Padang Pariaman, Pasaman, Pasaman Barat, Kota Bukittinggi, Payakumbuh, dan Pariaman

Meliputi: Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir, Rokan Hulu, Siak, Kota Dumai dan Pekanbaru

Meliputi: Kabupaten Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Kampar, Kuantan Singingi, dan Pelalawan

Meliputi: Kabupaten Banyuasin, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Kota Palembang, dan Lubuklinggau

Meliputi: Kabupaten Empat Lawang, Lahat, Muara Enim, Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Komering Ulu Timur, Penukal Abab Lematang Ilir, Kota Pagar Alam, dan Prabumulih

Meliputi: Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Pesawaran, Pesisir Barat, Pringsewu, Tanggamus, Kota Bandar Lampung, dan Metro

Meliputi: Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara, Mesuji, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, dan Way Kanan

Meliputi: Kota Jakarta Timur

Meliputi: Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Selatan, dan Luar Negeri

Meliputi: Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Utara, dan Kabupaten Kepulauan Seribu

Meliputi: Kota Bandung dan Kota Cimahi

Meliputi: Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat

Meliputi: Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur

Meliputi: Kota Sukabumi dan Kabupaten Sukabumi

Meliputi: Kabupaten Bogor

Meliputi: Kota Bekasi dan Kota Depok

Meliputi: Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Purwakarta

Meliputi: Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, dan Kota Cirebon

Meliputi: Kabupaten Majalengka, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Sumedang

Meliputi: Kota Banjar, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Pangandaran

Meliputi: Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kota Tasikmalaya

Meliputi: Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang

Meliputi: Kota Cilegon, Kabupaten Serang, dan Kota Serang

Meliputi: Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan

Meliputi: Kabupaten Kendal, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kota Semarang

Meliputi: Kabupaten Demak, Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Kudus

Meliputi: Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Pati, dan Kabupaten Rembang

Meliputi:, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Wonogiri

Meliputi: Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, dan Kota Surakarta

Meliputi: Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, dan Kota Magelang

Meliputi: Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Purbalingga

Meliputi: Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap

Meliputi: Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, dan Kota Tegal

Meliputi: Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, dan Kota Pekalongan

Meliputi: Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya

Meliputi: Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kota Pasuruan, dan Kota Probolinggo

Meliputi: Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo

Meliputi: Kabupaten Jember dan Kabupaten Lumajang

Meliputi: Kabupaten Malang, Kota Batu, dan Kota Malang

Meliputi: Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten Tulungagung, Kota Blitar, dan Kota Kediri

Meliputi: Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, dan Kabupaten Trenggalek

Meliputi: Kabupaten Jombang, Kabupaten Madiun, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Nganjuk, Kota Madiun, dan Kota Mojokerto

Meliputi: Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban

Meliputi: Kabupaten Gresik dan Kabupaten Lamongan

Meliputi: Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten Sumenep

Meliputi: Kabupaten Alor, Ende, Flores Timur, Lembata, Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Nagekeo, Ngada, dan Sikka

Meliputi: Kabupaten Belu, Kupang, Rote Ndao, Sabu Raijua, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Sumba Timur, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, dan Kota Kupang

Meliputi: Kabupaten Balangan, Banjar, Barito Kuala, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Tabalong, dan Tapin

Meliputi: Kabupaten Kota Baru, Tanah Bumbu, Tanah Laut, Kota Banjarbaru, dan Banjarmasin

Meliputi: Kabupaten Bantaeng, Gowa, Jeneponto, Kepulauan Selayar, Takalar, dan Kota Makassar

Meliputi: Kabupaten Barru, Bone, Bulukumba, Maros, Pangkajene dan Kepulauan, Sinjai, Soppeng, Pare-Pare, dan Wajo

Meliputi: Kabupaten Enrekang, Luwu, Luwu Timur, Luwu Utara, Palopo, Pinrang, Sidenreng Rappang, Tana Toraja, dan Toraja Utara

Jumlah kursi per partai politik per daerah pemilihan sebagai berikut:

Jumlah kursi per partai politik per daerah pemilihan sebagai berikut:

%PDF-1.7 4 0 obj << /Filter /FlateDecode /Length 33498 >> stream xœœ½ÏŽ,½Ží7ßOQcý!þ*"žÀ€�;èë�à ·7ŒLÝ¿¾3²$ê·¤¥ªlà û[R1%’")ŠRLÿûôúß×ôÏ4é?þ­o;®¥üó_Ï?ÿùgÝþÙÓë¿æÚåùç8çö뺎TÑÑyÚSm¨4ÿûçÿúß¾þŸ?ý¸âÿóÿ3}ý¯ÿÿß–×ÿxýEÚ¦¯ÿw<¸m{ý{i—ÑO÷þù÷F4d�çXfÀþÄ‚ÿú�?ótþ“Ö×___×tž/üúg^^�Vâ�7žç üF�haÆüú¥3ÐåõÏåúúúן»a¹ô|5Lÿ\¯¿\¾»ßøîþÃ4ï-ºÞc: ‘Ò°^ÿœ¯/ÇI¿ÐýÕ}™d$/ô¦1/o"ø«azýåq~q’ëùÏyÿåþE–TôM¤ò°6Ü"˜§ãŸõ[˜wË=„ùxs÷üçÚã/2®Ü­¸²¢œÓù=é©cL4Üè¾gÆœïËöFÏãâÍÞDæ¦-F~̯./�|¡óÝc^hÌR¸ûjØçÜÂ4WÑ—œç×HŽµ%Bµ4T¨Ž¤Ñ¸:p¨-&ùBoÏ“ðä…^¯¿;×ÂØÂÂm¡BA²;t¡t¸T–�—Ъ&}©zUÞ7¯Ô ,·—ÆÍË÷Ú™ˆ?? Jø_ý‹�öSÿ"p¥Ä±’N;‡Í¬Öç?–VÏŠŸü…ýŸtÆœë*#.tÒ?Û™ø ß`bIgˆ¿ôîV¼½Ç³vÞèy«GRÛ)hVØ·JCèl8„�o5Ùˆ¾‰¤Êû™RÇL<¼„Èý«Ú’ú/hLŒr)+Lf³_Ä^�·Ò½_'7Æ@G²W{ Ý�Æߪ•�m¤• F¥A) i{%h¨Š 4zhý¬ëk“�ᥪ•3/³öšß9½WžàÙ 7h6Ù7ì êïáÔÚý³z AÃ[ú&rZ¯Òë´ÉIÄÀ�I šYò"òWÉÄ:¶x¬sACx£®ó:Q®èÓ(Œ°\Õè¢ÛCwxI áQ["0[¡‹—1P¯øˆv(Oò&†X.�?BKc´_Íí4¥;Öm˜„“Ë“ä¤wG÷�HŸôîÉAï¶âx3( ǘ E&²“‡­8‘ÃÄGˆ ׆PBA³Ê úÚ·Ý#=;"¡ü EPpuà\œu’/4Ýÿ\…'5bÌD _ ëëßçþEv+z3-÷eAiäÐ)x"hX‡öDJºg=è2*ûi�]¡¢”Hß ,üÍÒ�&¢»‰TðˆT�bö¢‚ÁX§˜ß¾~=LÍs€7hØÞc�ç^ÝQd#·²U°hK„�’â°É1Â4°É\˜f2É.á¸x‡ÕVš¬Éå´,ú&²»d×Í6»AašÈp)L‰ÙœÚyˆO†ïît_ÑX÷‚rÝKC(âÎÒŽÐqŒO æYS`äIÝm�²�#Çþ$—£ˆ["fߣhŸ.ËD`ÐÝ¡bhHäp³! [Èé.�¦DÊ^Õ¢½-Ì<~pN“®C›…©Ý=Úgº©i÷~»B…hˆˆbÅtD �BaÉ«Ú )0çV#¹Ä˜Ž�™&ºƒ+±·b+©±ûaÎÓ©>ÍHóÝ(vY±A’r ¤ÀV)§ˆ�ÓÉíWI�)J©�u— ù.(— ˜S<,¤ á×NnW�Ó†°Õ ’[]…ÈË�o“Ñ–G‹×Mù8VK‘F擦to´ÏÅÞs}5@ëŠ^Ô¸…*·Ífÿ&2›]ü�B¹@Ú×êd4éØ›ÕU�<Šª¡WvüE‡¨OÒ¢ªhÑPEá 6)�¨›—möÕÑĹ R¼¸CE‹›€€ÔÈÙJ™óœL62« |*ºÃÿéÉxåL¤÷ãTqD%Âfƒl/[éòZ‹[ …Ù˜ŽV¼„=DkˆôBaEQiC À¶Ää Ð>ý’‰˜¼Ìv0¹ó#ú&r¸PPѲÓÛŽÁ©6ÄìGh¸UÑAŒý EÂKB- Ý?ªR÷F¶¡¶si�&“ÕËÒé+«EÄ¿ ­žHwãù,š‰@ccö pŸ¶¡AƒÝné|{¸í4 šç›åýÞè¡87ŒªE¿à‚ÖMÓv˜­T«ÎÕoQlߨ.u·7@“I‹µJ$ÝM­œE[ÑI÷>É:o»É°¾‰ìÌÐÅìw—ØöÁösZ7j²PŠÒØlÌq…YÙ\ÚFQÚ iuÞÜö�#Ñ…µ[ohëÀ=,ІˆÉvÆGÄì&>ÊDÌq5Ï +1´aL–L93u“¤«7#9ÂÆÀå (6RŒÉ\ƒ®nIgê47Ñv¹ÒXïºm—¹÷Pœ¿@:úüÆ컜՘}ŸQÞe£¼{¾¦¨÷Õ¬�5ÅŽûjoVÛ†Åá#H÷h&V#–ä=×ÍÝrQ´d;w¹q„Ä‘mhÐ’NR4û£†ˆÔ†ï»¹}«xýÑÇØ]æ¬AÉs›”{¡ÑŠëÚåÄNJŠAÞ7WuñBí–ón€k(N€\¬ƒÒÿ²Ëá º›¤3µSGâDÅ�.>|¯•4X+oÐPþcp®¯ !·Ã9µ]2Ý8‰± 7Šeø#š‰`%bàÅâäªu köÜÓßO»˜Eu‰Ÿv‰c$¿ -O¤»Gƒ±-SE½Ûƒ%UìdT­böÉÅ-V1³.»dÏÞ ±òÏÁsm(‘›Ê-l�C{á×(œ2qAc„Í -Âa΄E06rRDÛ$‡EÑÝžíîs&© éŽ#$�’ár°³—#¤à”\Õ&ÃíÍîÝ]oP®{i€"ÆoBÇÚNþWÎ\Ê~p—l*÷dÊ D:@å$‚DìqÉnOEtÝ#Édãñ#ÚTt·w†÷Á�á�º—-¿Eû‘d >Z™q¢Ø±ì’ÿG²Ó6�áŠö›¡Æ—²»=XÚÝIQ¯?1Q7 PMòJŽ�êqÎnOböäJ”uÜØé4£ûá*Û”¯Ø˜©|ÐÝìùösPÙ¶ŸÜö¡;v)ec¶Ÿ,`ÃqÎ~r3X6«Š–dù~q‹H©].‘¶Û—v÷Ú@&Ò×�y™óqA5¶¾LRç#TƒQÜÊeUVªùrÙd¦É$%~ÂÝÁÈ�¯fs®ý7Ve¥ÁuÏä®Sv㩟ळ»‹ýï-oÚX)SÃx‹7hñit11Ù+ˆCÔT¥Ý톨¿˜˜ìÅÄd/&¦ÑÅÄ´› â-NÞ¢=‘²þŽJL`dà¿ -O¤»G}iW²ÙÀd/&¦ÑÅDÛÐ([0Ö)æ·H» pŸ¼A‹‘±hæJüH´š;‹¶DÆ'Éù‚¸©K£‹‰”¦¹¹¸<�.&’½ÒÝDàit11Ù‹‰tt11­<¨ˆÙœZÍaD&‚†0‚ƺ”ë^BWw^ÆñéB‘{^%ŒOöbbr÷3cÍ -e&¨¿˜˜ìÅÄd3òºî�'{qˆú‹‰¶¡1nåt>è^‚‹ö#Éjúàœ&‚g‹6“Ý7�[´‘šv7ס&s11Ù‹‰it11 .&&{1QÇ´ùW ÝÁ•—+_Æ'9éAwDýAztÒ“ìIO²S2•0o"rTÂø”Ì}–¥Ôìw²Óèbb\LLöbb²Óèbb²W?A%ŒO—Ù4?ß8–-V§»Ë÷�›ãÂ$Wù‚aç î4�.e’ÜõÚKdàL£Ôîv™ÎEw™¥ø&rù‹.é2ëñ‘µ£_�/í8ç‡{dõÆçpÑrE\è,ž÷ÀEû@gˆóõ"ÅKx¡hÙl(Š­Ö«Áä+è2x‰òXx;¢n—9ÓN-&�é QD‹{s’3úÍlA= º›—(�yðå1»R’crÇ‚ÇdlÞ›Èä^¢<Ü-¾¥€&W·¦h¨Š Ø�²¡±š.•ùZy‡;Ž~ðŹVÒ¡ïáÈ!uèèEñ³¹Úâjï²h&bÞùüÅfáØÌåÎ�5îОHÙrníPÙq�HÝ Q„ J¤oþ‚f"¦’ó°å‡«YxŠÙ¯îòö1¨Ÿ¸uy7‹ù9À4¹Cßc”†Xä¶ÞÀ¢-& W  Â7SûÒ.Lss…kä¸ZUW p£æÑ¢™ˆ)[8lu±šûiÙI »³48µ0ïH†/.!©h¬ûż}Ð E\\"ŒãÓ…²2p-Ñ%yR“äŸDúäx \�Õ=ãA+‘ÍŽéBŠzX„ÐjÐÝ£04Jݺ›Kûíš);‹ö¶°:N‹sšØš[´Y˜ÚÝ£þþÎ!�µG÷•�3Ðþ,²×Ÿ˜ÎêÞMQ”¼Z¹¨I‚Ã=LÏŸTÔoÍ÷&}Õ²QbrÈöènŠ0¡>ÍHv÷Òì±»"ÌÃÝfËD°ñ(›²c7/Í6(¥–\GÑÐð4xøì�rˆš$8ì‹ö‡+žT’Ú¶ú”I‚Ÿ+9 ³ž7|÷zÛ«£²^ˆu¾Šÿ¾~ñÂ(ØÙ€ø€Åù^ØWuÿha³RZ°!\k‡Ìõ¶ü¦CŽìÓCæœ ÷G`p-AN§0†à !çÄ#ËßáØëGrHg¯ªË|á{%c¹#<¸°AMEŸ/|/£¦í ŠœÏŠA²GYÈÉë)p}6B­ x|Â�’��?¾j¬I~­¾µ>¹yÖ»Z 瀆 rC5à¸Þ[üBr•˜êbÈuÓdñZ1 1&ƒC½OpW0óìÂ+NÜ—P<Çz f{mÁnµ³¡+B¡ÇÉ´ŸÁFìÒ¬ ä.D£ ~+'ÿ /C‹Ÿ œ�Ù`ÍYX\ÁÍ ØQÈøCdGÂÐÀ:4èpMbè*ÈsÖuT@Yq°w²lkç·=80¦ÙPˆ ��ã%Ó:‹…v³¼ð{©ã}¢ºð,k ¬eÁ‹²á窛‹Yœ%ø"ÇÄîƒÃg=]«²¨žR;Rôµóƪ‚ˆ „B�S'‹ÄÎD\%z\ÁH‹“l½ý¥c«ñ¡ÀÅ5@°Ñ�ð²v¶ D Xˆµ³È³‚�¼P5açЩ£Bû$ÊžêWóH£“ø5‚1Þ„\'‡k“•‚Âƨ±vF|YAD¨ˆrwã~Áˆ³¾*H¼†åøÊU àQò-"¼HCÀ¢Áû ~Õã#…‹¡°HË�7a쵪]°˜k«Á¹Z|T'Là³�‹¹°ÖÃ{ñë`|P"ª“þ¬Øñ“žQÝi¢½Ø‡zßÕ1˜Pï4¡Þ7…>ÚS°ðÁ�…ÂI|Ti  ^äx:ÃzlèéöͧÛaŸf“þM¡Ç)ÍŸÁFjgË::hA1‡+Xø ŠŠ•èp‹_wËâûbÂ;N!%켎{ŸÁeùŸ.>=®Ã)ÿjN�6‹†�±ìJdxš�µQv6¡ì1eÊ&j½†¬˜Åá¢Öä¢Ó4D“D“DñýF D/vBÀ²ô¬ÙXŋ¬*/ \#‹$ ¦ÕdÕaÂÊBÜøÁ¸£(VÁ>èøÖ(wœL4UÁÆp2î(QÃɸ£ÌB,+øp1K˜q]²;.vÓL ¿ ÈLÛ©˜/GNÓl’1½sµÓlÒ1 Zθ¦ÅdiÞD“‘£6's7ôNù”+ènè�uƒ–Ó6‹öDÊ1œ¢å\Í¢=‘»7ÓQ"}ƒ°ð4éÓ1"â_Ь'}F¦QA�2Qs�Åej¼œ;|‚VWæ´ÔiX´' ‘œï�_£ã(<Ñ%QRt]:Ÿ–Eѧhn´÷v7Úgh2‘¾áF{/x›&›¼¹úDÍ…'$Ã'ã74ÖýäS8MC(¢ ¡ã“ÏâÈ<ë Oµ‰‘C4ˆÌ‹ˆ™‘eˆî‹IñˆN)‘ÅäsƨÍèˆÚK÷OÑO‰”sO‹¶¶‰�/g°:ÍÑvaJw�ÚôN#µè>›O£JÙtïÓ9¢°Ü;I²Û#&™1Ú<­<ÕŒ�¯&t£HÕŒÏÝЧ|n´Ïù4(¥¶š¬Oƒ††¯>ï# Hü4xXÈÕdy<Ú«,h|A™þ™§ƒÌͧµ·OöWpœÖÎNNF¸Ð9ë~e„c-㔃Íy–ÒN+^BÇy2É&�Þ\ž'ÝÞ(¢„ø*ôĈ‚_�w 7ŠÀÄ£ÉÌÔ@Œd„â€nÕ64h §gÔZK8­ Å7+Z|³Eû‘ »GûlYËtŸLÆÍ£­t¤»‰Ô©-([ðäTÂi²‹á´âeY‚"œ¶ ZÌŽE{"5œ¦ä„8Ô3F8™m@¿PJ«« hŸ‘jE!Ý]L~ùüÓÝÐë7ŠH=¬ëÅH�á´4„‰¾©{”vþbÎBЧ/†¶§¥!ÂiA#œ¾ 3œ¾ Gà|™ô©ðO}âÅ i §)�PÎÓ ž'ÝŠöjO&}ƒhì/hkƤ»Gcé´Dú†�Oûi„Ó:ÄNÏ®¸m„ K)kÑÝ£}üÞúRénbrUf—�É/Æä®]ŒÉN_…N_Œ„#Ò¼˜”,(G(‘ð<™ãPአˆ„IÄÕ÷‰ðíD3‘ˆn1p”ª�P„Ó3nsÕpz–"¸NÏ®^.AC‘�¢¡á@Åt°�á´âH ~Í¡=ñð_£Ñð_‹‰Qßüýù÷?ÿù'ªxûü×¼~JŽì냫³®×Wg)?ȼþÇŠ ‰É)}ð�B-©;›ÑÌyÞ­Zʉ<µXNåÑj ´WË7œ]C_‹;c:Érú†Å¡Ih± Ôbi-v'/ JcŸü‡Lá¨ÿlðÌ!AáJö‘Ó�†˜Ñn\‰h„XÓy3§Ë¢Y‚Âp$®²IÐ\Ì®H±%"<”6Ù<ž¦ºö9À46§‰òßÃ9mør»-‡f"ýÑÈã�›“‘!Š½÷ƒRZÝGè`SyÙMåEýô(§énåÓÁAA)×Р!KAqÆ64h,7‡¶D Î‚†©¸L ×òDº»5ëÐVÄÒÝ¡çh‰Ÿv‰�Ð~ág"ýÚpY<à ,)2Ü54hÈÒ-îï øâN5ž-^öƒ@÷©~Ìt ¿O¼8© Åñ-S¸¦ZüÛR��÷‰ñرĵÏÕ“Õwâ^hx²ªom4K»¥ Z¥Ü©rÓî…¹DëÁ~C¤Vzh÷ s’µŽ ¢™HtŸÊU¤‡\Æò¹Ç]¢)•'$Ýcò‚Ý•ÅîuÑ*™xg–â¬êöB#œBŒ*(]i¨õ ?àa³_6—t1 ÄÄÎiŽ‰Å~Ú§{Ú%.ÝMbg–Â"ŽD*‹‚[;1)8"¥è(v‚F.öäd´!<Þár2Š"'£ aöž.…í<| ±[pA±2Q±ì× òÃí¨çÃ쨳ˆÍ¡Óì }DOt×qºC'z<Œäò÷ëDÁ1�Ë�-qé�™íšµÆ�½ðÛ/I1H�S-Þ E‰Eœjn�gÑO‹f"}äùxã}ì9BWx¾‰»†5�粚À31é²2„ó(§én4 Š8Õ64hÈRPÄ©¶¡A‹A°hK¤Z EKD¶¬&zmy"ݽ–èТ™ˆ k‡h½f%ìØ1jï ‹Š3Nµ¸,pP–î4déwŽS7S´úlñˆS+Ê8ucôÊ8U"NݽFœº1zeœZ_,D·lŒ^‹S�¾itÍÒî6­RnˆT¹iw½.µê¡!2› öF½Æ$g½f"6N%ñ§r,5:\Ž6š¥Ýûˆ”ºß©+‹ÝWF¤@Ž"N¥8¡n¶4aÕ7,®Hâ¡kŒ—Ž¦IP§Ò°`ù¸"G±§.‹9™¤ÜEôÊ‘Ì&€¥¾q:R@HJ a‰S-qê"pt›ÒOÐpaóàìpqåu‚ÂvÎæþ[;�§*Š•‰³]ƒˆHK`Gv×èpYLF>‹ØD¤¼ }8Ú:+t·ÕNË:8ã¡‚c:âÀÃ.Iù’šÙ¾á¡¸Ä©ð2MœšLóÙâe%W]³$›Ë7ܨ©®y¡}uÍ›ÈanÞŒQØ ŽÄ5Ü(6ÅÕ…uØxô°æ1ŠG—!U4Vç1È›»›Š‹¶<‘îõ=º'W¢Cuh‰¸ý̨㼠�R‹qÓüŠbÛРåÐÒ¢=‘ZŒCy qS.¤ªLtX_˜¬/Lƒœ�®ptw¾0™LΛÈnªt4¦³›üN&bRPÕ i…¾0P R1p¬AÃWËs7\ß÷�"©2 �Tb�6’‚šhÌtÙèµ- }™Ð(qÑÑe^]žëæ O¶É…;Švׇþé°¡ SÑ"xE¡'l¨j¥hQAE¡±xUðMž+‹�<ѵs¹ßd÷e¥£«ø2÷Dð@Odù²4Ûb©—¥ÙVŽl¶òfUÞl+|q×ãçm#·`R·Í2w„ö±^&IéþªÓÙÌ«%�7ÇbPŠP¸m(>LÒ£p„:ôÐæÍêøFUF�‘m© ê÷=VÛê2µÛjBËL™†’Ä ‹Im¼‰,¢%ÖÙäÌ–È>h¡h·ÅÄŠít`:WîY�ÂVcÝ“±ÕˆS@7nXaÚ)âê¨'‚†²‰“¡ÆJ÷p±@w¦8’ݼq£&û°íŸÉîø*‚‡|vúo ½¯ÏÓDÌÝå(( 9•Hß Ëõ4�Dw�ö~7 �^9\V}MÞY4+g›´!íP©Ôàб47lLvcsB†K÷�š ˆ‘!¡NÀtì®lšº¦öÊ s]¡´„î(¯AðïƒÄ²6„GÚÝË�‰/Ú€õmöÛnBh[Sú”C ^6WÚØûttïÓ:MtA"î‰1§—µÉ-‘0áè¾0Õ´“5Çb'C€<Þ§â𚂆¹Cž÷ݱмÉPŸ2ÜN®Ùè~˜'´ç O¼ëH¤!~T¿†I&ŒÈÜ’¦I=[<´ü` ‘ëaBÑv¢X'ƒÎrÈEÎêR±gb”› Ð}ŽäríírwN¶kPz°¹§J2±å'CqO³:ó4Mí±rh¿:{†G÷Ã®ÎƒÛ ±•.ÛឨɮE·[o"RW.¹ï–ï—nõ3âTBA#š”Ѽ4„ÑŠ…’·/·dÃ_AÃ&ÆÐtɇ9ÜÆ"8€t48ÀD„!çã�ž&AК1éŽð ("7Žäb¬Ó¹è×#î¸L™i&¿Œ4’—ñö™H4@Ä‚Æ^KPê‰4dKø>±Ø݇Nž-^~@Ñ2‹Þ?ˆªˆûâê ,š‰øîpV…‹ÍDL&hˆÂ·)ø¶è>»÷Ù¸°7‘Ùy1¢`ìlÉZ"ÕL|‚"Ÿ`dàÕ.Y41^s—�ž9T<[MçíÓ:­ˆ¥{Ÿª�Òé,&ùÒ ÁØÁ7‚îU5ñl¦>ä²»yŠ³ÌúJTeQ�Ö>¶bûâR¬d£ ½ùl&ÝaW]iT9©Hˆ��P˜Ox }¥-KÑbƒwù>W§4Äê\ÝÞJQ¤ÇvW·Ó ¡Z‚">àÀ¡Î«Ùt O¤\j_Ý;sûêb:JGòÈf ±öÅÅt\nxéêD÷þ‹ÍÂ'‘™›®øÌ`/&)(yâtMÕ{\YËÄïU¾™ÃÓçGz«\êTj=ÁžL®Á…N²—,gméîÊ8QAƒ‡4,i™c×p£PƒÐß4ØíîKÍLY±¡¸pØ<Ò1D*œ¬ �Ð^±ßDv·_Ùw—MØ÷Á.fßÝ.fßM½~ƒb³ïf{Ó eoCÍUm®„e— œP•Q]Îîjº¾€ß+ï2áÒSq˜oûZŽ¢ól Ê~ñL!ÐsP¹ŸnSµŸ®¶z?¹_ãHN2 .hLRÊ2Kr4â ž-ëüäž2„7ø�–Lp…ΪÉQ%ºCÿ�b­p$—;5L“‹"“œÒÂí&9¨­y%‹ë²«ù2«¹Ÿ&º›ÜàîÎi{†Gw÷6ŠH¸%Òß.�w) “àªAÞDlAˆ¢¡ÇàénB�JP!JP,”cp‰t·��쇻DJžhz°B7‚V÷¬‰HGãa)íŠðÙ=k"+M#óËÝMØ/ó"£h¬ŽärÇ5\uûÁ¥#y�4¹r²Åiâ‘9ªˆ-i E¡'ÚÀÅúŠt”ˆ=ôMîÐW”M§s¹ËˆªàÁØÁ‰Ó½ªV­Õ;–”ïX&wƒõgç|áXOóPž°Q}ö媺ÉFAÑÃånå¥ËEÇ4ˆ^ &N8& ò!ì>ŽÉÚökÇDSŽÕ© eu­«SQäÀµ¡¨‹¢EµŽÉ<ØN§ªóa¿±¤(ò½daÝÔ’Ýu|LƒG—’ûŒ¬Aû ©_�ènj),ší„ÉÆ«õ(ÓIî^tk±¤;2Ÿ…Sm pÝþ‚"óc-/>üÚ×!w¨³‚>‡:¯Îë DOb ­.cp,ƒbÁCŽÃѽÿsƒr$‹ L4&¹�úm��Å8¾g‹×wØSTŽQÜб8_vÈS¬ÛupèXÝ‹*‡uíËÞD6.èÉÆÅ´O|f"° 5'¨d†¬ÎT豞uBèÞÛ�†ƒ$b�èT>@ýùƱ˜Ôç�fÅó9›o¾‰È]YþÇì®yóàVÈá>0w£Øì„K™—Tµ!–ý¢’¢\mrЋSŠ;ÂÍJ!½òâ’%‡¿—HåXº)6„öøýpÇïYÙL`s¸÷Dcu$òfALgsWC9ÂAî‡k ŒµŸQ”‘Êfr7Šp¢lÛ¥žlæàßå0•ZÏ7Þo¤o¼ß4ݸ½x$W×t$cÈßÃL.ÿy$—wP{ãcp£ýØ}Þ�8³Ÿ‡{v Á™ýü¥I.²'¿TÝq¸0J}^¹8Ü?T€ßÚ᎛^ÚqNîôü”§ùž’�† ÎÉÜߺQÜ{-Ò>gsÌñ&"Ïe ;g—5x¡}­b&‚†bë^(ÊjŠàˆJVSŠˆHºŠèœÍ•œLÄÜÕ9gwWçœwuÈBt¡P,%bîêQWçœÜ­Eƒ'Ó ØÕ6ˆ þ‚¾uÿ2Ï™<”x½cÅ Š;`ÈÚzÛ‹òùmE/ÝCí¯G¿‰,æšÅ½éõœ_ ÁÎé\øM‰©N9˜)/¼(Šk~çâÞ*R4¤¶˜b¢––  ±\Ý Çv:0îñÂIqž6AKvÄ̓«G40�³ËE)ŠÔ�ë‚ÎÅ”©t8üž;×[ýs÷ïz�ö¥Ç!Š�»6Ôm–¢áPvïLÄ1rwé;EiC–µ Ð‹}Pº® ¡\»«ÈT�¢6„šïî˜]Q®{¾÷ Jƒ-§‡å–!ê_€8åit—CL�r$›‹ú?AÉ{ÎzÊiX°ÛÝ•l‰@˜öHMQê‰4„Zmæ�Á¥ÆÚ{ðŠÆb]±?í�|EcYnƒûX¶A/hoN¾34Ú”mÐSÇXwõœ¨ ˆ÷éÆäq„ð…r2ª{oÿMd5•X‚‚‡‚Òî¯î!°Ó>@T5HBá _¸š*ùv:X?‚†¯–®ïͽ wÊmú2ä6=#•ÍS"x„;rož1Ón££ÝDGó™ïó�ÉÄA7ê‚ d¯ÊDÌ#g²áŽ ”N²�MrÏU*J=IîCÑPÁdN0z"¡àöúß™ÌYE&ÒW»/+]Åöùk /€öæ$[šÓ¸ˆç]ã~GM‡© z¼û#ÔÏ£á×d´«Á}�§­â~�ô’„vÍZ+^D¢h±Û×2x¼åZÜ[/—Krߨ?ƽgü¯ÕÿkÔDÚ†5OÇ* _¦ Å!Qÿuœ…'œfƒÃUfíùÆ�3WQ”�ƒ¢Ìâ^©Q4fä4å[Ý/—b}¶x ˆþh«D<­¾A5ã»÷:Å1B‘x¾$Ýcÿ Eœx¹œñCU#¬z3ò„O]’ªqh‰}/Iw{±Ê£¸˜ËÞe»)öoÕ€ÅËŽãV Ií—LÚeo~^óàUÛp£æ„Á¢™H#ð#”z1»÷1?A©³«/¾ä†cÈMÐœÉDðVQñUC´m.AþªxMÊRPsQµj¸Då´�ÄZs‰î« ÑÄëHìÃÊ×jž6ºQ„s䉼¸,”ç–ªÒÙÜã—}$[Qdµ¡ä~ eÛLL&bʧ/wº$S—ͪ6ÄRó¨\å*^]RcˆöH­ˆù!A%vÆÝVõh?Ͳ�V^9Trz×æ^–P4ö6xžâ’ó¹pØ‚†Ã”qÌf^ЕœÔ#ܾä¨>–  ±¦¤f@&Âí²ºÜɾ¬n9e¿ÜãÑM€è2xØè²'û—½c{-ƒ«ˆ—»f+Æ“t7o[μèìž×¿´!„9»§$EîWJªç²Eרh@BÁ¥Á£\;ö1‡Ë>ü Aï> 9uaËwD3á£ðKaâ+¢™æøäsÅŠoøæÊÇW$…NM�(Ž�Tîˆ�'|þóÀ­lÒãÙ7‚�Éþîß?ÿëÏ¿ÿùÏ?ÑÚÿã¿þãõ×õ[K¯_Ë®æÙâŧ(Zœ„¢°ãÚPfªÅ©7²u˜SMÔ›Ê#´æò%èœñ˜ê§ujÃ�ÞìÊÝË‚›jb£¢™H|YTºÇ·YAº~p§‰4ÄÀkQà%Oê#Pd!P°[PJ§~ä‡Â4/("m(a ÑXk2’��¸6”@\Ñ¥‘'stÚPN0Én�®ô(f4ˆà×ð(Ô“•…j%ÝC…th¬Ž Ž��ÐX;ÊibY‚Ý‚R:Ò”µ‚wæ$Ûq|MY, p�4ƈï4ëDñYg0WÐÄöϵŠèè5ø°°üÜh wîgGr½&'º2}F …Û1Ú»žV Ñ.h¬5Iý\^S¢œd}‹¬áÉYå žU`÷9’N-Ö¦0 ÁUK# a® ›‡‘¨á”†0Ö˜$;x’§‘…‰rvG�Hç`ÄHaU¼ }‘õ$Ôê Æ† «#�‚càX˜$ÖŽòK ,4ؽ�¤#&"„)hÞ™“liê-‰ç¹Z}Fts >ëÏþŒ„N­ÃâŒÜæ•ñxùŸð¥òSèÌÔ=àSõOBç\"Ï‹ŠƒÈsž÷úË"�Zè¨.#Ýíî_8*/n<¾p„‘%�šF‹Eçs-¾¢{Þ(Â?D‹¶áµºþýˆ¾‰\Œ ÑhŒïbPÈé\•‹Á“Ç ÿÅšÕ†¼^Æh ¶Ó¬_ѲU$¯$ž%Ãѽ>6ëAYîÌkQôÒ{¾Sv¦¸©na›D5kÄDEÞ˜0Ô†’uœk•/\©¢ð¼ÚPâE’®N]QÄ x 8É^�'+½YaŠÈAÐÞ�¶"®õDÐP6%rãt£ývÿåMòá&²ÔÊRíŽh©Lç…"ZB„Æ\%SÂ+þ¤ 1BÙ@pBòÅ (bHleÈDéîÑCK»-tï÷`"a�ÎÉ=X=j' ÿ å2‘†²O¢1Â�ǶA¦)(6«Øl‘µXõ÷Ó@C–-‘}�¬©)‚†Ví~ ;Vn¬"‡f"ýz~ȧر¢-ÆBÑl‡2ñ¾¡AË™§G¤: «ÅǨϧÙ� ½…‘|«©–ÝïôHJ4ï01?_N¯-)¬||¼ÆIüV7ç$9ŠÎ&?Hzç×Îa¢¬rà»ûr?‚i]ˆ½umÕ].qY¥ûh×·Ôÿ"�u1±ÒCqjÞZ_6â\K¤3ÂwÜf$�å›N9•âÂ!ðA9´ÖÊ"åÐ s€/‹l†x½a¨tês|Cœ3Àç‡8Ö!žèHA§¾Ñªx=¸V:àB|n$àö Oùr¢pˆ¸üÂeÒwï_Øfo“¶ÅË€8µŸˆâ·Ñf².OùV’ŽÈåJ§ùgoŸòÅý…“¡h]±ÛE=ò8éðeë.3ð+Ái8Î.t’ÍôýýÃË«M{ð‡|3¢šö‡<ªNüû;á;(¼Ï®<‚ áöÍónßL¶ì¡¿Ûà–G{}A§åQ2~âù‡O•êê³uÃð!N:iòþ)M~¥áýZÅëíùêì?Ä…Ž·šåEÃ*¾§â5ݦhÙ7á}FMjC¼š•èãé-9hçëÃb;âý®ZÐ�-ÞJÔ ¼Šˆ} ^ET4ŠlnðB¡vïyËWB›‘¬\$1ðz-‡“\™%OVêc°PÐ`w½ÏÙHGB˜KBð·Eú<¡�3Ò Ö…8íŸâñšßfÎK•m½mhP¼C ”o艗¶8ß)‘�Yjw¶Ð6H0àmNíJ+¤{´Õ|t4&‰@\y" ÁBAƒÝXƒ*4ìîyS ^P¾µ¸›ÌÀCíp}sO|@r{‹Ç¾w&‘ðŸ½À34Cœ6èqFªC|ò¹<Á¦x}ULèü€‡�c¿â�ñ1Ä«þ(ZTïȨ~ãM,Eãq®ÄÅÇ•ço1

UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA

SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang    :     a.   bahwa untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, perlu diwujudkan lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan rakyat yang mampu mencerminkan kedaulatan rakyat serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat sesuai dengan tuntutan politik yang berkembang;

b.   bahwa untuk mewujudkan lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan rakyat yang lebih mampu mencerminkan kedaulatan rakyat, diperlukan penataan ulang susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

c.   bahwa penataan ulang tersebut dimungkinkan sehubungan dengan telah dilakukannya penggantian terhadap undang‑undang mengenai partai politik dan undang‑undang mengenai pemilihan umum;

d.   bahwa sehubungan dengan itu dan dalam rangka mengoptimalkan peran rakyat dalam penyelenggaraan negara melalui lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan rakyat dipandang perlu mencabut Undang‑undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang‑undang Nomor 5 Tahun 1995 dan diganti dengan undang‑undang yang baru.

Mengingat      :     1.   Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 20 ayat (1) Undang‑Undang Dasar 1945;

2.   Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1998;

3.   Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1998 tentang Pemilihan Umum;

4.   Undang‑undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3809);

5.   Undang‑undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3810);

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Menetapkan    :     UNDANG‑UNDANG TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH.

Yang dimaksud dalam undang‑undang ini dengan:

1.   Majelis Permusyawaratan Rakyat yang selanjutnya disebut MPR adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang‑Undang Dasar 1945;

2.   Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana yang dimaksud dalam Undang‑Undang Dasar 1945;

3.   Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II yang selanjutnya disebut DPRD I dan DPRD II;

4.   Utusan Daerah adalah tokoh masyarakat yang dianggap dapat membawakan kepentingan rakyat yang ada di daerahnya, yang mengetahui dan mempunyai wawasan serta tinjauan yang menyeluruh mengenai persoalan negara pada umumnya, dan yang dipilih oleh DPRD I dalam Rapat Paripurna untuk menjadi Anggota MPR mewakili daerahnya;

5.   Utusan Golongan adalah mereka yang berasal dari organisasi atau badan yang bersifat nasional, mandiri dan tidak menjadi bagian dari suatu partai politik serta yang kurang atau tidak terwakili secara proporsional di DPR dan terdiri atas golongan ekonomi, agama, sosial, budaya, ilmuwan, dan badan‑badan kolektif lainnya;

6.   Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut KPU adalah badan penyelenggara pemilihan umum yang bebas dan mandiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (2) Undang‑undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum;

7.   ABRI adalah singkatan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

(1) MPR terdiri atas Anggota DPR ditambah dengan:

b.   Utusan Golongan.

(2) Jumlah Anggota MPR adalah 700 orang dengan rincian:

a.   Anggota DPR sebanyak 500 orang;

b.   Utusan Daerah sebanyak 135 orang, yaitu 5 (lima) orang dari setiap Daerah Tingkat I;

c.   Utusan Golongan sebanyak 65 orang.

(3) Utusan Daerah dipilih oleh DPRD I.

(4) Tata cara pemilihan Anggota MPR Utusan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD I.

(5) DPR menetapkan jenis dan jumlah wakil dari masing‑masing golongan.

(6) Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud ayat (5) diusulkan oleh golongannya masing‑masing kepada DPR untuk ditetapkan.

(7) Tata cara penetapan Anggota MPR Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud ayat (5) dan ayat (6) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.

(1) Untuk dapat menjadi Anggota MPR, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a.   warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 tahun serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b.   dapat berbahasa Indonesia dan cakap menulis serta membaca dan berpendidikan serendah‑rendahnya sekolah lanjutan tingkat pertama atau yang berpengetahuan sederajat dan berpengalaman di bidang kemasyarakatan dan/atau kenegaraan;

c.   setia kepada cita‑cita Proklamasi 17 Agustus 1945, Pancasila sebagai dasar negara, dan Undang‑Undang Dasar 1945;

d.   bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan seseorang yang terlibat langsung atau tak langsung dalam G‑30‑S/PKI atau organisasi terlarang lainnya;

e.   tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh hukum tetap;

f.    tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

g.   nyata‑nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya.

(2) Anggota MPR harus bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3) Keanggotaan MPR diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Presiden sebagai Kepala Negara.

Masa keanggotaan MPR adalah 5 (lima) tahun dan berakhir bersama‑sama pada saat Anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.

(1) Anggota MPR berhenti antarwaktu sebagai anggota karena:

a.   meninggal dunia;

b.   permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan MPR;

c.   bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d.   berhenti sebagai Anggota DPR;

e.   tidak lagi memenuhi syarat‑syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib;

f.    dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai wakil rakyat dengan keputusan MPR;

g.   terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud Pasa 41 ayat (1).

(2) Anggota MPR dari DPR yang berhenti antarwaktu sebagaimana yang dimaksud ayat (1) akan diganti menurut ketentuan Pasal 14 ayat (2).

(3) Anggota tambahan MPR yang berhenti antarwaktu sebagaimana yang dimaksud ayat (1) diganti menurut prosedur penetapan Utusan Daerah sebagaimana yang dimaksud Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) dan Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud Pasal 2 ayat (5), ayat (6), dan ayat (7).

(4) Anggota Pengganti antarwaktu menyelesaikan masa kerja anggota yang digantikannya.

(5) Pemberhentian anggota karena tidak memenuhi lagi syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f, dan/atau karena yang bersangkutan melanggar sumpah/janji Anggota MPR sebagaimana yang dimaksud Pasal 8 adalah pemberhentian dengan tidak hormat.

Pemberhentian Anggota MPR diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Presiden sebagai Kepala Negara.

(1) Sebelum memangku jabatannya Anggota MPR bersumpah/berjanji bersama‑sama, yang pengucapannya dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam Rapat paripurna untuk peresmian anggota yang dihadiri oleh anggota‑anggota yang sudah ditetapkan menurut peraturan perundang‑undangan yang berlaku serta dipimpin oleh anggota tertua dan termuda usianya.

(2) Ketua Majelis atau Anggota Pimpinan yang lain memandu pengucapan sumpah/janji anggota yang belum bersumpah/berjanji sebagaimana yang dimaksud ayat (1).

(3) Tata cara pengucapan sumpah/janji diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR.

Bunyi Sumpah/Janji sebagaimana yang dimaksud Pasal 7 adalah sebagai berikut:

"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:

bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota (Ketua/Wakil Ketua) Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan sebaik‑baiknya dan seadil‑adilnya;

bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang‑Undang Dasar 1945 serta peraturan perundang‑undangan yang berlaku;

bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia."

(1) Pimpinan MPR terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak‑banyaknya 5 (lima) orang Wakil Ketua yang mencerminkan fraksi‑fraksi berdasarkan urutan besarnya jumlah anggota fraksi.

(2) Pimpinan MPR terpisah dari Pimpinan DPR.

(3) Selama Pimpinan MPR belum terbentuk, rapat‑rapatnya untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota yang tertua dan yang termuda usianya, yang disebut Pimpinan Sementara.

(4) Dalam hal anggota yang tertua dan/atau yang termuda usianya sebagaimana yang dimaksud ayat (3) berhalangan hadir, maka yang bersangkutan diganti oleh anggota yang tertua dan/atau termuda usianya di antara yang hadir dalam rapat tersebut.

(5) Tata cara pemilihan Pimpinan MPR diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR.

(1) Dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang MPR, Pimpinan MPR membentuk Badan Pekerja MPR.

(2) Susunan anggota, tugas, dan wewenang Badan Pekerja MPR diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

(1) Pengisian Anggota DPR dilakukan berdasarkan hasil Pemilihan Umum dan pengangkatan.

(2) DPR terdiri atas:

a.   anggota partai politik hasil Pemilihan Umum;

b.   anggota ABRI yang diangkat.

(3) Jumlah Anggota DPR adalah 500 orang dengan rincian:

a.   anggota partai politik hasil Pemilihan Umum, sebanyak 462 orang;

b.   anggota ABRI yang diangkat, sebanyak 38 orang.

(1) Untuk dapat menjadi Anggota DPR, seseorang harus memenuhi syarat‑syarat  sebagaimana  yang  dimaksud  Pasal  3  ayat  (1)  dan ayat (2).

(2) Keanggotaan DPR diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Presiden sebagai Kepala Negara.

Masa keanggotaan DPR adalah 5 (lima) tahun, dan berakhir bersama‑sama pada saat Anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.

(1) Anggota DPR berhenti antarwaktu sebagai anggota karena:

a.   meninggal dunia;

b.   permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan DPR;

c.   bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d.   tidak lagi memenuhi syarat‑syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib;

e.   dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai wakil rakyat dengan keputusan DPR;

f.    terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3);

g.   diganti menurut Pasal 42 undang‑undang ini.

(2) Anggota DPR yang berhenti antarwaktu sebagaimana yang dimaksud ayat (1) digantikan oleh:

a.   calon yang diusulkan Dewan Pimpinan Partai Politik tingkat pusat yang bersangkutan yang diambil dari daftar calon tetap wakil partai politik dari daerah pemilihan yang sama dengan yang digantikannya;

b.   calon yang diajukan oleh Pimpinan ABRI bagi Anggota DPR yang berasal dari ABRI.

(3) Anggota pengganti antarwaktu menyelesaikan masa kerja anggota yang digantikannya.

(4) Tata cara penggantian sebagaimana yang dimaksud ayat (2) ditetapkan oleh KPU.

(5) Pemberhentian anggota karena tidak memenuhi lagi syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f, dan/atau karena yang bersangkutan melanggar sumpah/janji Anggota DPR sebagaimana yang dimaksud Pasal 16, dan/atau diberhentikan menurut Pasal 42 undang‑undang ini adalah pemberhentian dengan tidak hormat.

(1) Sebelum memangku jabatannya Anggota DPR bersumpah/berjanji bersama‑sama, yang pengucapannya dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam Rapat Paripurna untuk peresmian anggota yang dihadiri oleh anggota‑anggota yang sudah ditetapkan menurut peraturan perundang‑undangan yang berlaku serta dipimpin oleh anggota tertua dan termuda usianya.

(2) Ketua DPR atau Anggota Pimpinan yang lain memandu pengucapan sumpah/janji anggota yang belum bersumpah/berjanji sebagaimana yang dimaksud ayat (1).

(3) Tata cara pengucapan sumpah/janji diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.

Bunyi Sumpah/Janji sebagaimana yang dimaksud Pasal 15 adalah sebagai berikut:

"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:

bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat dengan sebaik‑baiknya dan seadil‑adilnya;

bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang‑Undang Dasar 1945 serta peraturan perundang‑undangan yang berlaku;

bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia."

(1) Pimpinan DPR bersifat kolektif terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak‑banyaknya 4 (empat) orang Wakil Ketua yang mencerminkan fraksi‑fraksi berdasarkan urutan besarnya jumlah anggota fraksi.

(2) Pimpinan DPR terpisah dari Pimpinan MPR.

(3) Selama Pimpinan DPR belum terbentuk, rapat‑rapatnya untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota yang tertua dan yang termuda usianya, yang disebut Pimpinan Sementara.

(4) Dalam hal anggota yang tertua dan/atau yang termuda usianya sebagaimana yang dimaksud ayat (3) berhalangan, sebagai penggantinya adalah anggota yang tertua dan/atau termuda usianya di antara yang hadir dalam rapat tersebut.

(5) Tata cara pemilihan Pimpinan DPR diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TINGKAT I

(1) Pengisian Anggota DPRD I dilakukan berdasarkan hasil Pemilihan Umum dan pengangkatan.

(2) DPRD I terdiri atas:

a.   anggota partai politik hasil Pemilihan Umum;

b.   anggota ABRI yang diangkat.

(3) Jumlah Anggota DPRD I ditetapkan sekurang‑kurangnya 45 orang dan sebanyak‑banyaknya 100 orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.

(1) Untuk dapat menjadi Anggota DPRD I, seseorang harus memenuhi syarat‑syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1).

(2) Anggota DPRD I harus bertempat tinggal di dalam wilayah Daerah Tingkat I yang bersangkutan.

(3) Keanggotaan DPRD I diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden sebagai Kepala Negara.

Masa keanggotaan DPRD I adalah 5 (lima) tahun, dan berakhir bersama‑sama pada saat Anggota DPRD I yang baru mengucapkan sumpah/janji.

(1) Anggota DPRD I berhenti antarwaktu sebagai anggota karena:

a.   meninggal dunia;

b.   permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan DPRD I;

c.   bertempat tinggal di luar wilayah Daerah Tingkat I yang bersangkutan;

d.   tidak lagi memenuhi syarat‑syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib;

e.   dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai Anggota DPRD I;

f.    terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 41 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);

g.   diganti menurut Pasal 42 undang‑undang ini.

(2) Anggota DPRD I yang berhenti antarwaktu sebagaimana yang dimaksud ayat (1) digantikan oleh:

a.   calon yang diusulkan Dewan Pimpinan Partai Politik di Daerah Tingkat I yang bersangkutan yang diambil dari daftar calon tetap wakil partai politik dari daerah pemilihan yang sama;

b.   calon yang diajukan oleh Pimpinan ABRI bagi anggota DPRD I yang berasal dari ABRI.

(3) Anggota pengganti antarwaktu menyelesaikan masa kerja anggota yang digantikannya.

(4) Pemberhentian DPRD I diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden sebagai Kepala Negara.

(5) Pemberhentian anggota karena tidak memenuhi lagi syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f, dan/atau karena yang bersangkutan melanggar sumpah/janji Anggota DPRD I sebagaimana yang dimaksud Pasal 23, dan/atau diberhentikan menurut Pasal 42 undang‑undang ini adalah pemberhentian dengan tidak hormat.

(1) Sebelum memangku jabatannya Anggota DPRD I bersumpah/berjanji bersama‑sama, yang pengucapannya dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi dalam Rapat Paripurna untuk peresmian anggota yang dihadiri oleh anggota‑anggota yang sudah ditetapkan menurut peraturan perundang‑undangan yang berlaku serta dipimpin oleh anggota tertua dan termuda usianya.

(2) Ketua DPRD I atau Anggota Pimpinan yang lain memandu pengucapan sumpah/janji anggota yang belum bersumpah/berjanji sebagaimana yang dimaksud ayat (1).

(3) Tata cara pengucapan sumpah/janji diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD I.

Bunyi Sumpah/Janji sebagaimana yang dimaksud Pasal 22 adalah sebagai berikut:

"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:

bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dengan sebaik‑baiknya dan seadil‑adilnya;

bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang‑Undang Dasar 1945 serta peraturan perundang‑undangan yang berlaku;

bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia."

(1) Pimpinan DPRD I bersifat kolektif terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak‑banyaknya tiga orang Wakil Ketua yang mencerminkan fraksi‑fraksi berdasarkan urutan besarnya jumlah anggota fraksi.

(2) Selama Pimpinan DPRD I belum terbentuk, rapat‑rapatnya untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota yang tertua usianya dibantu oleh anggota termuda usianya.

(3) Dalam hal anggota yang tertua dan/atau yang termuda usianya sebagaimana yang dimaksud ayat (2) berhalangan, sebagai penggantinya adalah anggota yang tertua dan/atau termuda usianya di antara yang hadir dalam rapat tersebut.

(4) Tata cara Pemilihan Umum DPRD I diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD I.

(1) Pengisian Anggota DPRD II dilakukan berdasarkan hasil Pemilihan Umum dan pengangkatan.

(2)      DPRD II terdiri atas:

a.   anggota partai politik hasil Pemilihan Umum;

b.   anggota ABRI yang diangkat.

(3) Jumlah Anggota DPRD II ditetapkan sekurang‑kurangnya 20 orang dan sebanyak‑banyaknya 45 orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.

(1) Untuk dapat menjadi Anggota DPRD II, seseorang harus memenuhi syarat‑syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1).

(2) Anggota DPRD II harus bertempat tinggal di dalam wilayah Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

(3) Keanggotaan DPRD II diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden sebagai Kepala Negara.

Masa keanggotaan DPRD II adalah 5 (lima) tahun, dan berakhir bersama‑sama pada saat Anggota DPRD II yang baru mengucapkan sumpah/janji.

(1) Anggota DPRD II berhenti antarwaktu sebagai anggota karena:

a.   meninggal dunia;

b.   permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan DPRD II;

c.   bertempat tinggal di luar wilayah Daerah Tingkat I yang bersangkutan;

d.   tidak lagi memenuhi syarat‑syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib;

e.   dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai Anggota DPRD II;

f.    terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 41 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);

g.   diganti menurut Pasal 42 undang‑undang ini.

(2) Anggota DPRD II yang berhenti antarwaktu sebagaimana yang dimaksud ayat (1) digantikan oleh:

a.   calon yang diusulkan Dewan Pimpinan Partai Politik di Daerah Tingkat II yang bersangkutan yang diambil dari daftar calon tetap wakil partai politik dari daerah pemilihan yang sama;

b.   calon yang diajukan oleh Pimpinan ABRI bagi anggota DPRD II yang berasal dari ABRI.

(3) Anggota pengganti antarwaktu menyelesaikan masa kerja anggota yang digantikannya.

(4) Pemberhentian Anggota DPRD II diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden sebagai Kepala Negara.

(5) Pemberhentian anggota karena tidak memenuhi lagi syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f, dan/atau karena yang bersangkutan melanggar sumpah/janji Anggota DPRD II sebagaimana yang dimaksud Pasal 30, dan/atau diberhentikan menurut Pasal 42 undang‑undang ini adalah pemberhentian dengan tidak hormat.

(1) Sebelum memangku jabatannya Anggota DPRD II bersumpah/berjanji bersama‑sama, yang pengucapannya dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi dalam Rapat Paripurna untuk peresmian anggota yang dihadiri oleh anggota‑anggota yang sudah ditetapkan menurut peraturan perundang‑undangan yang berlaku serta dipimpin oleh anggota tertua dan termuda usianya.

(2) Ketua DPRD II atau Anggota Pimpinan yang lain memandu pengucapan sumpah/janji anggota yang belum bersumpah/berjanji sebagaimana yang dimaksud ayat (1).

(3) Tata cara pengucapan sumpah/janji diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD II.

Bunyi Sumpah/Janji sebagaimana yang dimaksud Pasal 22 adalah sebagai berikut:

"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:

bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II dengan sebaik‑baiknya dan seadil‑adilnya;

bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang‑Undang Dasar 1945 serta peraturan perundang‑undangan yang berlaku;

bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia."

(1) Pimpinan DPRD II bersifat kolektif terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak‑banyaknya 3 (tiga) orang Wakil Ketua yang mencerminkan fraksi‑fraksi berdasarkan urutan besarnya jumlah anggota fraksi.

(2) Selama Pimpinan DPRD II belum terbentuk, rapat‑rapatnya untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota yang tertua usianya dibantu oleh anggota termuda usianya.

(3) Dalam hal anggota yang tertua dan/atau yang termuda usianya sebagaimana yang dimaksud ayat (2) berhalangan, sebagai penggantinya adalah anggota yang tertua dan/atau termuda usianya di antara yang hadir dalam rapat tersebut.

(4) Tata cara Pemilihan Umum DPRD II diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD II.

KEDUDUKAN MPR, DPR, DAN DPRD

Tugas, Wewenang, dan Hak MPR, DPR, dan DPRD

(1) MPR, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, merupakan lembaga tertinggi negara dan pemegang serta pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat.

(2) MPR mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana yang diatur dalam Undang‑Undang Dasar 1945.

(3) Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, MPR mempunyai hak sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR.

(1) DPR, sebagai lembaga tinggi negara, merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila.

(2) DPR mempunyai tugas dan wewenang:

a.   bersama‑sama dengan Presiden membentuk undang‑undang;

b.   bersama‑sama dengan Presiden menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

c.   melaksanakan pengawasan terhadap:

1)  pelaksanaan undang‑undang;

2)  pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

3)  kebijakan Pemerintah sesuai dengan jiwa Undang‑Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR;

d.   membahas hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang diberitahukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR, untuk dipergunakan sebagai bahan pengawasan;

e.   membahas untuk meratifikasi dan/atau memberi persetujuan atas pernyataan perang serta pembuatan perdamaian dan perjanjian dengan negara lain yang dilakukan oleh Presiden;

f.    menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat;

g.   melaksanakan hal‑hal yang ditugaskan oleh Ketetapan MPR dan/atau undang‑undang kepada DPR.

(3) Untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang dimaksud ayat (2), DPR mempunyai hak:

a.   meminta keterangan kepada Presiden;

b.   mengadakan penyelidikan;

c.   mengadakan perubahan atas rancangan undang‑undang;

d.   mengajukan pernyataan pendapat;

e.   mengajukan rancangan undang‑undang;

f.    mengajukan/menganjurkan seseorang untuk jabatan tertentu jika ditentukan oleh suatu peraturan perundang‑undangan;

g.   menentukan anggaran DPR.

(4) Selain hak‑hak DPR sebagaimana yang dimaksud ayat (3), yang pada hakekatnya merupakan hak‑hak anggota, Anggota DPR juga mempunyai hak :

a.   mengajukan pertanyaan;

c.   keuangan/administrasi.

(5) Pelaksanaan sebagaimana yang dimaksud ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.

(1) DPRD, sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah, merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila.

(2) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:

a.   memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota;

b.   mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota kepada Presiden;

c.   bersama dengan Gubernur, Bupati, dan Walikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

d.   bersama dengan Gubernur, Bupati, dan Walikota membentuk peraturan daerah;

e.   melaksanakan pengawasan terhadap;

1)  pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang‑undangan lain;

2)  pelaksanaan peraturan‑peraturan dan keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota;

3)  pelaksanaan peraturan‑peraturan dan keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota;

4)  kebijakan Pemerintah Daerah yang disesuaikan dengan pola dasar pembangunan daerah;

5)  pelaksanaan kerja sama internasional di daerah;

f.    memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah;

g.   menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;

(3) Untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang dimaksud ayat (2), DPRD mempunyai hak:

a.   meminta pertanggungjawaban Gubernur, Bupati, dan Walikota;

b.   meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah;

c.   mengadakan penyelidikan;

d.   mengadakan perubahan atas rancangan peraturan daerah;

e.   mengajukan pernyataan pendapat;

f.    mengajukan rancangan peraturan daerah;

g.   menentukan anggaran DPRD.

(4) Selain hak‑hak DPRD sebagaimana yang dimaksud ayat (3), yang pada hakekatnya merupakan hak‑hak anggota, Anggota DPRD juga mempunyai hak:

a.   mengajukan pertanyaan;

c.   keuangan/administrasi.

(5) Pelaksanaan sebagaimana yang dimaksud ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.

(1) DPR dan DPRD, dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tingkatannya masing‑masing, berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan, dan pembangunan.

(2) Pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat yang menolak permintaan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) diancam karena merendahkan martabat dan kehormatan DPR dan DPRD dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun.

(3) Pelaksanaan hak sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR dan DPRD.

(1) Perjanjian‑perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak, bangsa, dan negara baik di bidang politik, keamanan, sosial budaya, ekonomi, maupun keuangan yang dilakukan Pemerintah memerlukan persetujuan DPR sesuai dengan peraturan perundang‑undangan yang berlaku.

(2) Dalam hal kerjasama internasional yang berkaitan dengan kepentingan daerah, Pemerintah wajib memperhatikan sungguh‑sungguh suara dari Pemerintah Daerah dan DPRD.

Alat Kelengkapan MPR, DPR, dan DPRD

(1) Alat kelengkapan MPR terdiri atas:

(2) Alat kelengkapan DPR terdiri atas:

b.   Komisi dan Subkomisi;

c.   Badan Musyawarah, Badan Urusan Rumah Tangga, Badan Kerja Sama Antar‑Parlemen, dan badan lain yang dianggap perlu;

d.   Panitia‑Panitia.

(3) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas:

c.   Panitia‑Panitia.

(4) Selain alat kelengkapan sebagaimana yang dimaksud ayat (2) dan ayat (3), DPR, dan DPRD membentuk fraksi‑fraksi.

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR, DPR, dan DPRD.

Kekebalan Anggota MPR, DPR, dan DPRD

(1) Anggota MPR, DPR, dan DPRD tidak dapat dituntut di muka Pengadilan karena pernyataan dan/atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat MPR, DPR, dan DPRD, baik terbuka maupun tertutup, yang diajukannya secara lisan ataupun tertulis, kecuali jika yang bersangkutan mengumumkan apa yang disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal‑hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasia negara dalam Buku Kedua Bab I KUHP.

(2) Anggota MPR, DPR, dan DPRD tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan dan/atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat‑rapat MPR, DPR, dan DPRD.

Kedudukan Protokoler dan Keuangan

Kedudukan protokoler dan keuangan Pimpinan dan Anggota MPR, DPR, dan DPRD diatur oleh masing‑masing badan tersebut bersama‑sama Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang‑undangan yang berlaku.

Peraturan Tata Tertib

Peraturan Tata Tertib MPR, DPR, dan DPRD ditentukan sendiri oleh masing‑masing lembaga tersebut.

LARANGAN DAN PENYIDIKAN TERHADAP ANGGOTA

(1) Keanggotaan MPR tidak boleh dirangkap oleh:

b.   pejabat struktural pada pemerintahan;

c.   pejabat pada lembaga peradilan;

d.   pejabat lain sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang‑undangan yang berlaku.

(2) Keanggotaan DPR dan DPRD tidak boleh dirangkap dengan jabatan apapun di lingkungan pemerintahan dan peradilan pada semua tingkatan.

(3) Keanggotaan DPR tidak boleh dirangkap dengan keanggotaan DPRD atau sebaliknya.

(4) Keanggotaan DPRD di suatu daerah tidak boleh dirangkap dengan keanggotaan DPRD dari daerah lain.

(1) Anggota DPR dan DPRD dilarang melakukan pekerjaan/usaha yang biayanya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(2) Pelanggaran sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapat dikenakan sanksi sampai dengan diberhentikan sebagai Anggota DPR dan DPRD.

(3) Penerapan sanksi atas pelanggaran ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1), dilaksanakan secara administrasi oleh Pimpinan DPR dan DPRD atas usul dan pertimbangan fraksi yang bersangkutan setelah mendengar pertimbangan dan penilaian dari badan yang dibentuk khusus untuk itu.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR dan DPRD.

Dalam hal seorang Anggota MPR, DPR, dan DPRD patut disangka telah melakukan perbuatan pidana, maka pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikan harus mendapat persetujuan tertulis Presiden bagi Anggota MPR dan DPR, persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri bagi Anggota DPRD I, dan persetujuan tertulis Gubernur bagi Anggota DPRD II sesuai dengan peraturan perundang‑undangan yang berlaku.

Anggota MPR, DPR, dan DPRD periode Tahun 1997‑2002 berakhir keanggotaannya secara bersama‑sama pada  saat  Anggota  MPR,  DPR, dan DPRD yang baru hasil Pemilihan Umum Tahun 1999 mengucapkan sumpah/janji.

Khusus pengisian Anggota MPR hasil Pemilihan Umum Tahun 1999 dari Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud Pasal 2 ayat (2) huruf c, ayat (5), dan ayat (6) diatur sebagai berikut:

a.   KPU menetapkan jenis dan jumlah wakil masing‑masing golongan;

b.   Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud huruf a diusulkan oleh golongannya masing‑masing kepada KPU untuk ditetapkan yang selanjutnya diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Presiden sebagai Kepala Negara;

c.   Tata cara penetapan Anggota MPR dari Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud huruf a dan huruf b diatur lebih lanjut oleh KPU.

Pelaksanaan tugas, wewenang, dan hak DPRD sebagaimana yang dimaksud Pasal 34 mulai berlaku, pada saat berlakunya undang‑undang mengenai pemerintahan daerah, sebagai pengganti Undang‑undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok‑Pokok Pemerintahan di Daerah.

Dengan berlakunya undang‑undang ini, maka Undang‑undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang‑undang Nomor 5 Tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Undang‑Undang ini dapat disebut Undang‑undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.

Undang‑undang ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang‑undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

pada tanggal 1 Februari 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 1 Februari 1999

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 24

UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA

SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Menurut Undang‑Undang Dasar 1945, kekuasaan tertinggi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat berdasarkan asas kedaulatan rakyat dengan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Keanggotaan MPR itu terdiri atas anggota DPR ditambah dengan Utusan Daerah dan Utusan Golongan sehingga seluruh rakyat, seluruh golongan, dan seluruh daerah mempunyai wakil dalam MPR dan MPR betul‑betul merupakan penjelmaan rakyat.

Sejalan dengan hal itu, pemerintahan negara dan pemerintahan daerah juga diselenggarakan dengan dasar dan sendi permusyawaratan/perwakilan sehingga diperlukan adanya badan permusyawaratan/perwakilan, yaitu MPR, DPR, dan DPRD, yang sesuai dengan kewenangan dan lingkup tugas masing‑masing, mewakili rakyat dalam membentuk pemerintahan dan menyusun peraturan perundang‑undangan.

Agar lebih mampu mencerminkan penegakan kedaulatan rakyat, Undang‑undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD yang ada perlu diganti.

Penggantian undang‑undang tersebut dimaksudkan untuk lebih menjamin keterwakilan penduduk dan daerah, menjamin pertanggungjawaban wakil rakyat kepada pemilihnya, menjamin keberdayaan MPR, DPR, dan DPRD dalam melaksanakan tugas, wewenang serta haknya, dan mengembangkan kemitraan dan kesetaraan dengan lembaga eksekutif, sehingga kualitas dan kinerja MPR, DPR, dan DPRD makin meningkat.

Pembaruan dalam Undang‑Undang ini cukup mendasar; tidak hanya mencakup komposisi dan jumlah anggota MPR, DPR, dan DPRD, tetapi juga menyangkut penjabaran ataupun penegasan tugas, wewenang, dan hak MPR, DPR, dan DPRD, serta perluasan ruang gerak anggota badan‑badan ini untuk melaksanakan hak‑haknya. Pembaruan itu dilakukan karena adanya penggantian undang‑undang mengenai partai politik dan undang‑undang mengenai pemilihan umum.

Dalam rangka menjamin keterwakilan penduduk seperti yang disebutkan di atas, jumlah anggota yang dipilih makin ditingkatkan, sesuai dengan sistem pemilihan umum yang ditetapkan. Prinsip keterwakilan daerah diwujudkan dengan penetapan jumlah yang sama bagi Utusan Daerah di MPR dari setiap Propinsi Daerah Tingkat I. Sementara itu, untuk menjamin keterwakilan golongan‑golongan masyarakat, Utusan Golongan di MPR dipilih dari mereka yang kurang terwakili di DPR.

Rasa tanggung jawab wakil rakyat kepada para pemilihnya ditingkatkan dengan menampilkan wakil yang dikenal oleh rakyat di daerah pemilihannya. Kualitas dan kinerja anggota MPR, DPR, dan DPRD ditingkatkan melalui penetapan persyaratan kemampuan, pengalaman, dan integritas pribadi yang tinggi. Kinerja kelembagaan dicapai dengan menjamin adanya kesempatan yang lebih luas kepada MPR, DPR, dan DPRD untuk melaksanakan tugas, wewenang, dan hak‑haknya.

Pemberdayaan MPR dilaksanakan dengan memisahkan pimpinan MPR dari pimpinan DPR dan membentuk Badan Pekerja MPR yang bersifat tetap. Sementara itu, pemberdayaan DPR dan DPRD dilakukan tidak hanya dengan meningkatkan jumlah anggota DPR dan DPRD yang dipilih, tetapi juga dengan menjabarkan dan menegaskan tugas, wewenang, dan hak‑hak DPR dan DPRD dalam perumusan kebijakan publik, penyusunan anggaran, pengawasan, dan rekomendasi untuk pengisian jabatan tertentu sesuai dengan peraturan perundang‑undangan.

Peraturan Tata Tertib DPR menetapkan kriteria, jenis, dan jumlah wakil masing‑masing golongan secara objektif dan representatif.

Tidak pernah melakukan tindakan atau mengajukan pernyataan yang bertentangan dengan cita‑cita Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana yang dirumuskan dalam pembukaan Undang‑Undang Dasar 1945.

Yang dimaksud dengan "terlibat secara langsung dalam G‑30‑S/PKI" adalah:

1)  Mereka yang merencanakan, turut merencanakan, atau mengetahui adanya perencanaan G‑30‑S/PKI, tetapi tidak melaporkan kepada pejabat yang berwajib.

2)  Mereka yang dengan kesadaran akan tujuannya melakukan kegiatan‑kegiatan dalam pelaksanaan G‑30‑S/PKI tersebut.

Yang dimaksud "terlibat secara tidak langsung dalam G‑30‑S/PKI" adalah:

1)  Mereka yang menunjukkan sikap, baik dalam perbuatan atau dalam ucapan‑ucapan, yang bersifat menyetujui G‑30‑S/PKI.

2)  Mereka yang secara sadar menunjukkan sikap, baik dalam perbuatan atau dalam ucapan, yang menentang usaha penumpasan G‑30‑S/PKI.

Yang dimaksud dengan organisasi terlarang dalam pasal ini ialah organisasi‑organisasi yang tegas‑tegas dinyatakan terlarang dengan peraturan perundang‑undangan.

Ketentuan‑ketentuan ini tidak berlaku bagi mereka yang berdasarkan suatu peraturan perundang‑undangan telah mendapat amnesti atau abolisi atau grasi.

Dinyatakan dengan surat keterangan dokter yang berwenang.

Proses administrasi dilakukan KPU.

Yang dimaksud "permintaan sendiri" adalah juga permintaan Pimpinan ABRI bagi anggota MPR dari ABRI.

Proses administrasi dilakukan oleh KPU.

Termasuk pengucapan sumpah/janji anggota pengganti antarwaktu.

Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata‑kata tertentu sesuai dengan agama masing‑masing,    yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata "Demi Allah" dan untuk penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan kata‑kata "Semoga Tuhan menolong saya".

Badan Pekerja MPR bersifat tetap. Untuk mendukung pelaksanaan tugas pimpinan MPR dan Badan Pekerja MPR dibentuk suatu sekretariat.

Proses administrasi dilakukan oleh KPU.

Yang dimaksud "permintaan sendiri" adalah juga permintaan Pimpinan ABRI bagi anggota DPR dari ABRI.

Termasuk pengucapan sumpah/janji anggota pengganti antarwaktu.

Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata‑kata tertentu sesuai dengan agama masing‑masing, yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata "Demi Allah" dan untuk penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan kata‑kata "Semoga Tuhan menolong saya".

Jumlah Anggota DPRD I ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk yaitu:

Sampai dengan 3.000.000 sebanyak 45 orang;

3.000.001 ‑ 5.000.000 sebanyak 55 orang;

5.000.001 ‑ 7.000.000 sebanyak 65 orang;

7.000.001 ‑ 9.000.000 sebanyak 75 orang;

9.000.001 ‑ 12.000.000 sebanyak 100 orang.

Hasil perhitungan 10% dari jumlah Anggota DPRD I yang berasal dari ABRI mulai dari 0,5 ke atas dibulatkan menjadi 1 (satu).

Proses administrasi dilakukan oleh Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I.

Yang dimaksud "permintaan sendiri" adalah juga permintaan Pimpinan ABRI bagi anggota DPRD I dari ABRI.

Proses administrasi penggantian antarwaktu Anggota DPRD I dilakukan oleh DPRD I dan pengajuannya dilakukan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri.

Termasuk pengucapan sumpah/janji anggota pengganti antarwaktu.

Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata‑kata tertentu sesuai dengan agama masing‑masing, yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata "Demi Allah" dan untuk penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan kata‑kata "Semoga Tuhan menolong saya".

Jumlah Anggota DPRD II ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk yaitu:

Sampai dengan 100.000 sebanyak 20 orang;

100.001 ‑ 200.000 sebanyak 25 orang;

200.001 ‑ 300.000 sebanyak 30 orang;

300.001 ‑ 400.000 sebanyak 35 orang;

400.001 ‑ 500.000 sebanyak 40 orang;

lebih dari 500.000 sebanyak 45 orang.

Hasil perhitungan 10% dari jumlah Anggota DPRD II yang berasal dari ABRI mulai dari 0,5 ke atas dibulatkan menjadi 1 (satu).

Proses administrasi dilakukan oleh Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II.

Yang dimaksud "permintaan sendiri" adalah juga permintaan Pimpinan ABRI bagi anggota DPRD II dari ABRI.

Proses administrasi penggantian antarwaktu Anggota DPRD II dilakukan oleh DPRD II dan pengajuannya dilakukan oleh Bupati/Walikotamadya kepada Gubernur.

Termasuk pengucapan sumpah/janji anggota pengganti antarwaktu.

Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata‑kata tertentu sesuai dengan agama masing‑masing, yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata "Demi Allah" dan untuk penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan kata‑kata "Semoga Tuhan menolong saya".

DPRD, sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah, melaksanakan fungsi legislatif sepenuhnya sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat di daerah dan berkedudukan sejajar sebagai mitra Pemerintah Daerah serta bukan bagian dari Pemerintah Daerah.

DPR dan DPRD adalah lembaga yang merefleksikan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu, setiap warganegara wajib menjunjung tinggi kehormatan dan martabat DPR/DPRD dengan memenuhi permintaan lembaga tersebut dan memberi keterangan seperti yang diminta, termasuk menunjukkan dan/atau menyerahkan segala dokumen yang diperlukan.

Badan Pekerja dan Komisi‑komisi dapat membentuk alat kelengkapannya.

Panitia‑panitia sebagai alat kelengkapan DPR dibentuk dan disahkan oleh Rapat Paripurna.

Apabila dipandang perlu dapat dibentuk Subkomisi.

Panitia‑panitia sebagai alat kelengkapan DPRD dibentuk dan disahkan oleh Rapat Paripurna.

Fraksi‑fraksi di DPR dan DPRD mencerminkan konfigurasi politik yang ada di DPR dan DPRD.

Pembentukan fraksi dimaksud agar DPR dan DPRD mampu melaksanakan tugas, wewenang, dan haknya secara optimal dan efektif.

Pengertian "anggota" pada ayat ini termasuk anggota sebagai Pimpinan.

yang dimaksud dengan "rapat" adalah semua rapat MPR, DPR, dan DPRD, baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar gedung MPR, DPR, dan DPRD.

Yang dimaksud dengan peraturan perundang‑undangan yang berlaku termasuk peraturan daerah.

Para pejabat yang dimaksud pada ayat (1) adalah Presiden, Wakil Presiden, Anggota Kabinet, Jaksa Agung,      Anggota dan Pimpinan DPA, Anggota dan Pimpinan Mahkamah Agung, Anggota dan Pimpinan BPK, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Lembaga Pemerintahan Non‑Departemen, Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Walikotamadya, Wakil Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, dan jabatan lain yang tidak boleh dirangkap sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang‑undangan yang berlaku.

Badan khusus yang dibentuk untuk itu bersifat sementara dan berfungsi meneliti pelanggaran yang dilakukan Anggota DPR dan DPRD sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), sebagai bahan pertimbangan pengambilan tindakan atau untuk merehabilitasi nama baik.

Untuk meneliti pelanggaran lain dapat dibentuk badan khusus.

Persetujuan yang dimaksud adalah persetujuan tertulis langsung tanpa hak substitusi.

Ketentuan ini diperlukan mengingat akan adanya penggantian Undang‑undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok‑pokok Pemerintahan di Daerah.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3811

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), umumnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang berupa lembaga perwakilan rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik yang dipilih melalui pemilihan umum. Bersama dengan Dewan Perwakilan Daerah, keduanya membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Mahkamah Kehormatan Dewan

Mahkamah Kehormatan Dewan dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Mahkamah Kehormatan Dewan dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Anggota Badan Kehormatan berjumlah 17 (tujuh belas) orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotan DPR dan pada permulaan tahun sidang.

Masa Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (1950–1956)

Pada tanggal 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS menyetujui Rancangan UUDS NKRI (UU No. 7/1950, LN No. 56/1950). Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di mana dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan: 1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi; 2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.

Sesuai isi Pasal 77 UUDS, ditetapkan jumlah anggota DPRS adalah 236 orang, yaitu 148 anggota dari DPR RIS, 29 anggota dari Senat RIS, 46 anggota dari Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, dan 13 anggota dari DPA RI Yogyakarta.